Desa Binaan
KILAS BALIK DESA BINAAN
Diprakarsai oleh para founding father yang tiap satu pekan sekali bersama-sama menempuh safari manasik haji dari Kendal ke Jogjakarta, beliau adalah Bapak Romdlon, Bapak Ibnu Shodik, Bapak Kasman Abdullah (almarhum) dan Bapak Asril (almarhum). Menikmati perjalanan dengan diskusi intens, memikirkan kondisi muslim yang terpinggirkan, mayoritas dari segi jumlah namun minim dalam segi kualitas, seakan-akan terbelenggu oleh saudara-saudara dari agama lain. Sehingga munculah gagasan untuk mendirikan amal usaha.
Selain gagasan mendirikan usaha bersama dengan modal patungan untuk membeli lahan, gagasan membuat rumah makan, juga muncul gagasan yang menjadi tonggak berdirinya BMT Bismillah. Gagasan yang mana mereka memimpikan sebuah lembaga dakwah, yang apabila suatu saat membantu daerah, maka yang lebih dikenal adalah lembaganya, bukan orangnya, setidaknya untuk menjaga niat agar terhindar dari riya’. Juga diharapkan usia lembaga tersebut lebih panjang dari usia para pendirinya. Syahdan, kini diantara pendiri sudah berpulang, Bapak Kasman Abdullah, Bapak Asril, Bapak Daliyo, Bapak Masrun serta Bapak Abdul Mun’im. Semoga BMT Bismillah tetap mampu berkiprah berkhidmad pada umat, hingga mereka tetap menerima pahala amal jariyah, amin.
Memperingati 20 BMT Bismillah, kami coba paparkan beberapa kondisi desa binaan kala itu, sedikit memberi gambaran perkembangan, setidaknya mengurangi kelelahan, karena terlalu sering kita menetapkan target dengan standar yang terukur, sementara hidayah tidak demikian adanya. Desa-desa tersebut diantaranya adalah Pilangsari, Sempulawang, Ngaliyan, Gebangan, Duren, Rejosari, Kersi juga Ngrimpak, serta desa binaan dari kantor Ngadirejo dan Rowosari.
Pilangsari Patean Kendal
Pada tahun 90-an, di Pilangsari kaum muslimin hanya memiliki sebuah mushola mungil ukuran 4 x 6 m, beratapkan rumbia, untuk kebutuhan air bersih dan wudhu, kebutuhan fital itu justru dibantu oleh Romo (pemuka gereja). Masjid yang kaum muslimin dambakan masih mangkrak berwujud pondasi, sementara itu walaupun umatnya minoritas namun gereja berdiri dengan megah dan sangat berpengaruh, hingga putra-putri kita disana yang hendak menempuh studi lanjutan, diarahkan ke SMP Kanisius. Tidak hanya berhenti disitu, masih ada kemudahan lagi, mereka boleh tinggal di asrama Gereja Santo Isidorus. Bagaimana dampak selanjutnya?
- 1
- 2
Comments (0)